Selasa, 23 Februari 2016

Resensi Buku "Pesantren Bukan Sarang Teroris"



Judul buku                  : Pesantren Bukan Sarang Teroris
Penulis                         : Agus Salim Fatta
Penerbit                       : Compass Indonesiatama Foundation
Tahun terbit                 : 2010
Tebal Halaman            : xii + 180 halaman, 11x16,5 cm

            Buku yang berjudul Pesantren Bukan Sarang Teroris ini menjelaskan bagaimana keterkaitan pesantren di Indonesia dengan gerakan-gerakan teroris yang meresahkan masyarakat. Isi dari buku ini terdiri dari lima bagian atau bab yang terdiri dari Pesantren: Tradisi dan Paham Keagamaan; Akar Radikalisasi dan Terorisme Di Indonesia; Ideologi Islam Radikal dan Terorisme; Kesalahpahaman Terhadap Jihad, Syari’at Islam dan Khilafah Islamiyah. Dilihat dari judul bukunya saja mengandung suatu penegasan bahwa Pesantren itu bukan menjadi tempat untuk mendidik para santri sebagai teroris, seperti yang di isukan akhir-akhir ini. Oleh sebab itu dalam buku ini penulis menceritakan mengenai bagaimanakah dunia pesantren yang sesungguhnya di Indonesia dan mengapa ada gerakan teroris di Indonesia.
Buku ini juga menerangkan bahwa pesantren di Indonesia sudah dikenal sejak masa Walisongo yaitu ketika Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel, Surabaya, yang dijadikan sebagai pusat pendidikan di pulau Jawa. Tentu menjadi sesuatu yang tidak masuk akal jika pesantren yang sudah ratusan tahun menjadi bagian dari kehidupan masyarakat kemudian melakukan tindakan yang sangat merugikan masyarakat itu sendiri. Salah satu yang dapat dijadikan bukti kalau pesantren di Indonesia tidak mengajarkan atau tidak memiliki hubungan dengan faham garis keras yang dianut para pelaku teroris, karena pesantren-pesantren di Indonesia mengajarkan pengenalan berbagai faham dan madzab, sehingga mengedepankan sikap toleransi keberagaman. Basis kultural dari pesantren adalah bentuk pendidikan yang bercorak tradisionalis, sehingga masih memegang nilai-nilai, budaya, dan keyakinan agama yang kuat.
Dari pemaparan penulis, sebenarnya radikalisme muncul karena Indonesia mengalami krisis dan transisi menuju era yang demokratis. Kelompok ini hadir karena ingin menunjukkan eksistensinya sebagai kekuatan penekan, baik secara politik maupun dengan cara kekerasan dan teror. Aksi teror di Indonesia  umumnya digerakkan para alumni Afganistan dan Moro, filipina Selatan. Para alumni Afganistan ini tergabung ke dalam Jamaah Islamiyah (JI) yang merupakan metamorfosis dari pecahan DI/TII fraksi Abdullah sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir. Di masa mendatang, Jamaah Islamiyah tidak mengandalkan ketokohan seseorang dan terus mengembangkan ideologi kepada kelompok lain yang sepaham. Kasus Islam radikal dan teroris di Indonesia adalah miniatur dari diaspora Islam radikal Internasional. Di Indonesia, jaringan salafi yang radikal, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir juga telah mempengaruhi situasi di Indonesia dan memberi nafas baru bagi gerakan Islam radikal di Indonesia.
Untuk dapat mencapai tujuan mereka, mereka melakukan jihad dengan cara berperang. Cara yang demikian itu menurut mereka adalah cara yang paling tepat, karena menurut penafsiran mereka jihad harus dilakukan untuk mendirikan  Kerajaan Allah di bumi, menghilangkan kekuasaan manusia, menjadikan syari’at sebagai kedaulatan tertinggi dan menghapus undang-undang buatan manusia. Pemikiran yang demikian merupakan pemikiran yang masih dangkal, karena dalam Islam lebih menyukai perdamaian daripada peperangan.
Maka yang dapat dipelajari dari buku ini yaitu pesantren yang ada di Indonesia sebenarnya tidak pernah menanamkan atau mengajarkan mengenai radikalisme, karena radikalisme hanya buatan orang asing yang ingin menjajah kembali Indonesia dengan mengganti ideologi bangsa yang berdasarkan Islam yang berhaluan keras. Namun mereka mengkambing hitamkan pesantren di Indonesia agar masyarakat menilai kalau pesantren di Indonesia itu buruk. Tujuan mereka tidak lain untuk mengubah ideologi bangsa, padahal pesantren di Indonesia masih memegang erat nilai-niai budaya yang juga tertuang dalam pancasila.
Pada buku ini mempunyai beberapa kelebihan, antara lain mengajarkan tentang pelajaran moral dan pengetahuan. Pelajaran mengenai moral seperti pentingnya memperkuat keimanan dan ketakwaan untuk menghindarkan pengaruh dari ajaran yang menyimpang. Sedangkan pelajaran mengenai pengetahuan seperti dapat memberi wawasan kepada pembaca mengenai keterkaitan antara pesantren dan terorisme yang ada di Indonesia yang pada kenyataanya itu hanya buatan orang asing untuk menjajah Indonesia.
Namun di sisi lain, buku ini juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain gaya penulisan pada buku ini termasuk sulit di pahami karena banyak sekali menggunakan kata-kata yang bagi orang awam masih asing. Penulisan katanya ada yang beberapa yang masih salah ketik, seperti pelbagai yang seharusnya berbagai, sangta yang seharusnya sangat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar