Judul buku :
Pesantren Bukan Sarang Teroris
Penulis : Agus Salim Fatta
Penerbit : Compass Indonesiatama
Foundation
Tahun terbit : 2010
Tebal Halaman : xii + 180 halaman, 11x16,5 cm
Buku yang berjudul Pesantren Bukan
Sarang Teroris ini menjelaskan bagaimana keterkaitan pesantren di Indonesia
dengan gerakan-gerakan teroris yang meresahkan masyarakat. Isi dari buku ini
terdiri dari lima bagian atau bab yang terdiri dari Pesantren: Tradisi dan
Paham Keagamaan; Akar Radikalisasi dan Terorisme Di Indonesia; Ideologi Islam
Radikal dan Terorisme; Kesalahpahaman Terhadap Jihad, Syari’at Islam dan
Khilafah Islamiyah. Dilihat dari judul bukunya saja mengandung suatu penegasan
bahwa Pesantren itu bukan menjadi tempat untuk mendidik para santri sebagai
teroris, seperti yang di isukan akhir-akhir ini. Oleh sebab itu dalam buku ini
penulis menceritakan mengenai bagaimanakah dunia pesantren yang sesungguhnya di
Indonesia dan mengapa ada gerakan teroris di Indonesia.
Buku
ini juga menerangkan bahwa pesantren di Indonesia sudah dikenal sejak masa
Walisongo yaitu ketika Sunan Ampel mendirikan sebuah padepokan di Ampel,
Surabaya, yang dijadikan sebagai pusat pendidikan di pulau Jawa. Tentu menjadi
sesuatu yang tidak masuk akal jika pesantren yang sudah ratusan tahun menjadi
bagian dari kehidupan masyarakat kemudian melakukan tindakan yang sangat
merugikan masyarakat itu sendiri. Salah satu yang dapat dijadikan bukti kalau
pesantren di Indonesia tidak mengajarkan atau tidak memiliki hubungan dengan
faham garis keras yang dianut para pelaku teroris, karena pesantren-pesantren
di Indonesia mengajarkan pengenalan berbagai faham dan madzab, sehingga
mengedepankan sikap toleransi keberagaman. Basis kultural dari pesantren adalah
bentuk pendidikan yang bercorak tradisionalis, sehingga masih memegang
nilai-nilai, budaya, dan keyakinan agama yang kuat.
Dari
pemaparan penulis, sebenarnya radikalisme muncul karena Indonesia mengalami
krisis dan transisi menuju era yang demokratis. Kelompok ini hadir karena ingin
menunjukkan eksistensinya sebagai kekuatan penekan, baik secara politik maupun
dengan cara kekerasan dan teror. Aksi teror di Indonesia umumnya digerakkan para alumni Afganistan dan
Moro, filipina Selatan. Para alumni Afganistan ini tergabung ke dalam Jamaah
Islamiyah (JI) yang merupakan metamorfosis dari pecahan DI/TII fraksi Abdullah
sungkar dan Abu Bakar Ba’asyir. Di masa mendatang, Jamaah Islamiyah tidak
mengandalkan ketokohan seseorang dan terus mengembangkan ideologi kepada
kelompok lain yang sepaham. Kasus Islam radikal dan teroris di Indonesia adalah
miniatur dari diaspora Islam radikal Internasional. Di Indonesia, jaringan
salafi yang radikal, Ikhwanul Muslimin, dan Hizbut Tahrir juga telah
mempengaruhi situasi di Indonesia dan memberi nafas baru bagi gerakan Islam
radikal di Indonesia.
Untuk
dapat mencapai tujuan mereka, mereka melakukan jihad dengan cara berperang.
Cara yang demikian itu menurut mereka adalah cara yang paling tepat, karena
menurut penafsiran mereka jihad harus dilakukan untuk mendirikan Kerajaan Allah di bumi, menghilangkan
kekuasaan manusia, menjadikan syari’at sebagai kedaulatan tertinggi dan
menghapus undang-undang buatan manusia. Pemikiran yang demikian merupakan
pemikiran yang masih dangkal, karena dalam Islam lebih menyukai perdamaian
daripada peperangan.
Maka
yang dapat dipelajari dari buku ini yaitu pesantren yang ada di Indonesia
sebenarnya tidak pernah menanamkan atau mengajarkan mengenai radikalisme,
karena radikalisme hanya buatan orang asing yang ingin menjajah kembali
Indonesia dengan mengganti ideologi bangsa yang berdasarkan Islam yang
berhaluan keras. Namun mereka mengkambing hitamkan pesantren di Indonesia agar
masyarakat menilai kalau pesantren di Indonesia itu buruk. Tujuan mereka tidak
lain untuk mengubah ideologi bangsa, padahal pesantren di Indonesia masih
memegang erat nilai-niai budaya yang juga tertuang dalam pancasila.
Pada
buku ini mempunyai beberapa kelebihan, antara lain mengajarkan tentang
pelajaran moral dan pengetahuan. Pelajaran mengenai moral seperti pentingnya
memperkuat keimanan dan ketakwaan untuk menghindarkan pengaruh dari ajaran yang
menyimpang. Sedangkan pelajaran mengenai pengetahuan seperti dapat memberi
wawasan kepada pembaca mengenai keterkaitan antara pesantren dan terorisme yang
ada di Indonesia yang pada kenyataanya itu hanya buatan orang asing untuk
menjajah Indonesia.
Namun
di sisi lain, buku ini juga mempunyai beberapa kekurangan antara lain gaya
penulisan pada buku ini termasuk sulit di pahami karena banyak sekali
menggunakan kata-kata yang bagi orang awam masih asing. Penulisan katanya ada
yang beberapa yang masih salah ketik, seperti pelbagai yang seharusnya
berbagai, sangta yang seharusnya sangat.